DAFTAR NAMA RAJA DAN BUPATI SUMENEP
NO NAMA BUPATI TAHUN DIBAWAH PENGARUH KURUN KETERANGAN LAIN
MEMERINTAH WAKTU DARI SUMBERNYA
1 ARIO BANYAK WIDE ( Ario Wiraraja ) 1269 - 1292 SINGOSARI / TUMAPEL
~ Kertanegara 1268 - 1292 ~ Abdi Raja Tumapel
~ Wijaya 1292 - 1309 ~ Kraton di Bat Putih
~ Membantu Raden Wijaya
membangun Majapahit
Tahun 1292
2 ARIO BANGAH ( Ario Wiraraja ) 1292 - 1301 MAJAPAHIT
~ R. Wijaya 1292 - 1309 ~ Kerajaan disebut SUMENEP
di Bana Sareh
3 ARIO DANUR WENDO 1301 - 1311 MAJAPAHIT
( Lembu Surenggono ) ~ Jayanegara ~ Kerajaan di Aeng Anyar
( Tanjung )
4 ARIO ASRAPATI 1311 - 1319 MAJAPAHIT
~ Jayanegara 1309 - 1328
5 PENEMBAHAN JOKARSARI 1319 - 1331 MAJAPAHIT
~ Tribhuana Tungga Dewi 1328 - 1350
6 PANEMBAHAN MONDOROKO 1331 - 1339 MAJAPAHIT
( Raden Piturut ) ~ Gajah Mada 1336 - 1364 ~ Kraton di Keles
7 P. BUKABU NOTOPROJO 1339 - 1348 MAJAPAHIT ~ Kraton di Bukabu
8 P. BARAGUNG NATANINGRAT 1338 - 1358 MAJAPAHIT
~ Hayam Wuruk 1350 - 1389 ~ Kraton di Baragung
9 R. AGUNG RAWIT (Sacoadiningrat I) 1358 - 1366 MAJAPAHIT ~ Kraton di Banasareh
10 T. GAJAH PRAMUDO (Sacoadiningrat II) 1366 - 1386 MAJAPAHIT
11 PANEMBAHAN BLINGI (Ario Pulang Jiwo) 1386 - 1399 MAJAPAHIT
~ Wikrama Wardhana 1389 - 1427 ~ Kraton di Blingi
12 PANGERAN ADIPODAY (Ario Baribin) 1399 - 1415 MAJAPAHIT ~ Kraton di Nyamplong
13 PANGERAN JOKOTOLE 1415 - 1460 MAJAPAHIT
(Secoadingrat III / Ario Jaran Panole) ~ Suhita 1427 - 1447 ~ Kraton di Banasareh Lapataman
~ Kertawijaya 1451 - 1453 ~ Masuk Islam
~ Sang Sinagara 1451 - 1453 ~ Melawan Dampo Awang (Cina)
~ pendiri pintuGerbang Kerajaan
Majapahit
14 R. ARIO WEGONONDO (Secoadiningrat IV) 1460 - 1502 MAJAPAHIT
~ Bhre Wengker 1456 - 1466 ~ Kraton di Gapura
~ Mjapahit surut tahun 1478
15 PANGERAN SIDING PURI (Secoadiningrat V 1502 - 1559 MAJAPAHIT
atau Ario Wonoboyo) ~ Bhre Pandan Salas 1466 - 1468 ~ Kraton di Parsanga
~ Singawardhana 1468 - 1474 kerajaan disebut SUMEKAR
~ Majapahit lenyap tahun 1525
16 RT. KANDURUAN 1559 - 1562 BINTORO, DEMAK
~ Girindra Wardhana 1486 - 1527 ~ Putra Raden Patah
~ Kraton di Karang Sabu
17 P. WETAN dan P. LOR 1562 - 1567 DEMAK
~ Adipati Unus 1518 - 1521 ~ Putra Kanduruan
~ Sultan Trenggono 1521 - 1550 ~ Tiap tahun bergantian ke Demak
Diserang Bali, menang
18 RADEN KEDUK 1567 - 1574 DEMAK / PAJANG
~ Sultan Hadiwijaya 1568 - 1582
19 RADEN RAJASA 1574 - 1599 MATARAM
~ Sutawijaya 1586 - 1601
20 RADEN ABDULLAH (Cokronegoro 1) 1589 - 1626 MATARAM
~ Mas Jolang 1601 - 1613 ~ Madura dikuasai Sultan Agung
~ Sultan Agung 1613 - 1645 ~ Kratonnya di Karang Toroy
21 PANGERAN ANGGADIPA 1626 - 1644 MATARAM
~ Amangkurat I 1645 - 1677 ~ Mendirikan Masjid Lama di
Kepanjen, 1639
~ Asal dari Jepara
~ Kratonnya di Karang Toroy
22 T. JAYENG PATIH 1644 - 1648 SAMPANG – MATARAM ~ Putra Cakraningrat Sampang
~ Kratonnya di Karang Toroy
23 RADEN BOGAN (T. Yudonegoro, Macan 1648 - 1672 MATARAM – KOMPENI
Wulan) ~ Amangkurat II 1677 - 1703 ~ Diangkat oleh Trunojoyo
Trunojoyo kalah, Sumenep
dihadiahkan kepada VOC
~ Kratonnya di Karang Toroy
24 P.T. PULANGJIWO 1672 - 1678 KOMPENI (VOC) ~ Cakraningrat wafat, Madura
ke tangan Mataram, 1704
~ Kratonnya di Karang Toroy
25 PANEMBAHAN ROMO 1678 - 1709 KOMPENI - MATARAM ~ Membangun makam Asta Tinggi
~ Kratonnya di Karang Toroy
26 R.T. WOROMENGGOLO (Purwonegoro) 1709 - 1731 KOMPENI (VOC) ~ Kratonnya di Karang Toroy
27 RADEN AKHMAT (R. Jimat, Cokronegoro III) 1731 - 1744 KOMPENI (VOC) ~ Kuasai Besuki dan Blambangan
~ Kratonnya di Karang Toroy
28 RADEN ALZA (P. Lolos / Cokronegoro IV) 1744 - 1749 KOMPENI (VOC) ~ Lolos karena diserang oleh
Kiai Lesap
~ Kratonnya di Karang Toroy
29 KIAI LESAP 1749 - 1750 ~ Dikuasai Bangkalan, Kiai Lesap
~ Kratonnya di Karang Toroy
30 R. AYU TIRTONEGORO (R. Ayu Rasmana) 1750 - 1762 VOC – G.G. VAN Imhoff ~ Kraton di Pajagalan
kawin dengan Bendoro Saud Membantu VOC menyerang ~ Bendoro Saud diangkat VOC
Bangkalan, menang menjadi Sultan Sumenep
(R.T. Tirtonegoro)
31 PENEMBAHAN SUMOLO 1762 - 1811 KOMPENI / PEMERINTAH HINDIA ~ Negara aman dan makmur
(R. Asirudin, T.A. Notokusumo) BELANDA - VOC ~ Bantu Belanda serang
~ VOC dibubarkan: 1799 Blambangan, dihadiahi daerah
~ Pemerintah Hindia Penarukan
Belanda mulai 1800 ~ Mendirikan Kraton Sumenep
tahun 1764
~ Mendirikan Masjid Agung, 1781
32 ABDURKHMAN PAKUNATANINGRAT 1811 - 1854 PEMERINTAH HINDIA BELANDA - INGGRIS ~ Negara aman dan makmur
(Sultan Sumenep) ~ Membantu Belanda membasmi : Pemetaan wilayah, pembuatan
Perang Diponegoro, Perang Bone, perahu, kapal perang, ukir-ukiran,
Perang Bali (3 kali), Perang Cirebon rumah bagus berdinding tembok
~ Membantu T.S. Raffles menyusun buku ~ Ilmuwan dan Ulama, banyak
History of Java clan menerjemahkan berjasa pada Belanda dan
batu bertulis Sansekerta ke dalam Inggris. Mendapat bintang dari
bahasa Melayu Belanda dan gelar Doktor ke -
susastraan dari Inggris
~ Pemerintahan Inggris di Indonesia 1811 - 1816 ~ Empat putranya: P. Komel, Pi.
Leknan, P. Meriem, P. Kapaleri,
menjadi perwira
berpangkat militer Belanda.
~ Kraton di Pajagalan
33 PANEMBAHAN MOH. SOLEH 1854 - 1879 PEMERINTAHAN HINDIA BELANDA ~ Negara kacau.
(P. Notokusumo II) ~ Membantu Belanda menyerang Aceh ~ Putra-putranya saling memfitnah.
~ Isi Kraton makin berkurang untuk
~ Hadiah pemujinya.
~ Pajak melilit tubuh rakyat.
~ Dapat bintang dari Pemerintah
Belanda
~ Kraton di Pajagalan
34 P. MANGKUADININGRAT 1879 - 1901 DIKUASAI LANGSUNG OLEH PEMERINTAH ~ Bupati digaji F. 1000,- per bulan.
HINDIA BELANDA 1881: Landmeter
~ Bangsawan dapat uang ganti rugi
dan seterusnya diganti dengan
onderstand (tunjangan)
~ 1891 pensiun da¬pat pangkat
Kolonel tituler
~ Putranya 30 orang ditunjang
masing-masing F. 70,-/bulan.
yang kerja dicabut onderstandnya
~ Kraton di Pajagalan
35 RTA. PRATAMINGKUSUMO 1901 - 1926 DIKUASAI LANGSUNG OLEH PEMERINTAH ~ Digaji Belanda (PegawaiBelanda).
HINDIA BELANDA ~ Kraton di Pajagalan
36 R.T.A. PRABUWINOTO 1926 - 1929 DIKUASAI LANGSUNG OLEH PEMERINTAH ~ Digaji Belanda (Tamatan
HINDIA BELANDA Bestuurschool di Batavia).
~ Kraton di Pajagalan
37 R.T.A. SAMDIKUN 1929 - 1947 DIKUASAI LANGSUNG OLEH PEMERINTAH ~ Pegawai Belanda
HINDIA BELANDA
KURUN PERJUANGAN KEMERDEKAAN RI
38 R.P. AMIJOYO 1947 - 1949 PEM. BELANDA - PEMERINTAHAN RI ~ Negara Madura
39 R.P.M. ALI PRATAMINGKUSUMO 1949 - 1954 PEMERINTAH INDONESIA ~ (20.02 - 48 s/d Maret 1950)
40 R.M. RUSLAN WONGSOKUSUMO 1954 - 1956 PEMERINTAH RI ~ RIS : 27-12-1949 s/d 19-05-1950
41 R.A.M. RUSLAN CAKRANINGRAT 1956 - 1958 PEMERINTAH RI
42 R SOERAKHMAD PRAWIROJOYO 1958 - 1960 PEMERINTAH RI ~ Pemerintahan dualisme,
menurut UU. No. L/1957
43 R. ACHYAK SOSROSUGONDO 1958 - 1960 PEMERINTAH RI
44 R. ABDULLAH MANGUNSISWO 1960 - 1963 PEMERINTAH RI ~ Kenpres No. VI/1959
45 Drs. ABDURRACHMAN 1963 - 1974 PEMERINTAH RI ~ Mendirikan Museum Sumenep
46 R.P. MACHMUD S 1974 - 1975 PEMERINTAH RI
47 RADEN SOEMAR'OEM 1975 - 1985 PEMERINTAH RI
48 R. SOEGONDO 1985 - 1995 PEMERINTAH RI
49 Kol. Art. H. Soekarno Marsaid 1995 - 2000 PEMERINTAH RI
50 KH. Moh. Ramdlan Siradj, SE, MM 2000 - 2005 PEMERINTAH RI
51 KH. Moh. Ramdlan Siradj, SE, MM (Bupati) 2005 - ……. PEMERINTAH RI
Drs. H. MOCH. DAHLAN MM(Wakil Bupati)
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
26 Agustus 2009
SUMENEP DALAM SEJARAH
Sumenep merupakan Kabupaten di Jawa Timur yang berada di ujung paling Timur Pulau Madura, bisa dibilang sebagai salah satu kawasan yang terpenting dalam sejarah Madura. Kita dapat menjumpai situs-situs kebudayaan yang sampai hari ini masih menjadi obyek pariwisata. Diantaranya yang kita ketahui adalah kereta kencana peninggalan raja Sumenep, alun-alun (taman bunga) yang konsep bangunannya memiliki kekhasan ala bangunan kerajaan, Masjid Jamik atau Masjid Agung yang terletak di jantung Kota Sumenep, Masjid ini termasuk salah satu masjid tertua di Indonesia yang dibangun pada tahun 1779 M sampai 1787 M oleh Panembahan Sumolo, Kraton Sumenep
Adapun beberapa situs peninggalan sejarah Kabupaten Sumenep diantaranya sebagai berikut :
1. SISA TEMBOK PAGAR KRATON
Pada masa kepemimpinan Bupati H.R. SOEMAR'OM ± tahun 1976, telah terjadi perubahan yang fundamental di lingkungan Kraton Sumenep, hal ini mengakibatkan dilakukannya pembongkaran pagar tembok belakang kraton yang didirikan oleh Raja Panembahan Sumolo tahun 1762 dengan panjang ± 200 meter. Adapun sisa yang tertinggal ± 4 meter dijadikan bukti monumental sejarah Kerajaan Kraton Sumenep di masa lalu.
2. KRATON SUMENEP
Dalam kawasan kraton Sumenep terdapat 3 bangunan utama yaitu :
a. Kraton Tirtonegoro;
Bangunan ini merupakan Istana kerajaan pada saat Sumenep dipimpin oleh Raja R. Tumenggung Tirtonegoro (Bendoro Moh. Saod) yang memerintah pada tahun 1750 sampai dengan tahun 1762. Pada awal pemerintahannya, di bangunan ini pernah terjadi reaksi perebutan kekuasaan akibat kekecewaan dari Patih Purwonegoro (Saudara mesan Ratu Tirtonegoro), karena dirinya merasa lebih pantas mendampingi raja Tirtonegoro menjadi raja Sumenep.
b. Kraton Panembahan Sumolo;
c. Kantor Koneng;
Dari arti kata koneng (rata = bahasa belanda) telah menunjukkan bangunan tersebut adalah Kantor Raja. Bangunan ini dipakai sebagai tempat kerja Raja Sultan Abdurrahman Pakunataningrat pertama selama masa pemerintahannya dari tahun 1811 s.d. 1854 M.
3. TAMAN SARE
Taman Sare Pemandian Putri-Putri Raja (Taman Sare) merupakan tempat bermainnya putri-putri raja sambil melepaskan kelelahan dengan bermain-main. Konon diceritakan, bahwa airnya dapat dijadikan obat dan membawa berkah.
4. WAKAF BENDORO MOH. SAOD / RADEN TUMENGGUNG TIRTONEGORO
Pada masa pemerintahan Bendoro Moh. Saod Raden Tumenggung Tirtonegoro dibangunlah tempat ibadah (Wakaf/Langgar) yang terletak di kawasan Kraton Sumenep. Dalarn penyelenggaraan pengajiannya wakaf ini dipimpin K. Abu Naim dan berfungsi selain tempat ibadah juga sebagai pusat penyiaran agama Islam saat itu.
5. MASJID LAJU
Dari namanya sudah menunjukkan, bahwa bangunan tersebut adalah bangunan Masjid yang lama (laju=bahasa Madura). Masjid ini dibangun pada jaman pemerintahan Pangeran Anggadipa, yang memerintah Kraton Sumenep dari tahun 1626 s/d. 1644 M. dengan demikian jauh sebelum Bendoro Moh. Saod (Raden Tumenggung Tirtonegoro) memerintah Sumenep ternyata agama Islam sudah berkembang luas.
6. MASJID AGUNG SUMENEP
Perkembangan Islam di Sumenep cukup pesat sehingga pada tahun 1763 M dibangunlah Masjid Agung Sumenep oleh Raja Panembahan Sumolo. Dari sejak berdirinya sampai sekarang, Masjid Agung tetap menjadi anutan dalam pengembangan syiar Islam di Kabupaten Sumenep. Di antara Masjid Agung dengan Kraton terdapat makna filosofis dengan pusatnya alon-alon Kota. Alon-alon yang menghadap ke Barat (Masjid), melambangkan Hablum Minallah, dan alon-alon yang menghadap ke Timur (Kraton) melambangkan Hablum Minannas. Dengan demikian, jalinan hubungan yang harmonis antara Ulama dan Umaro' sudah tercipta sejak Pemerintahan masa lalu.
7. ASTA TINGGI
Asta Tinggi disebut juga Asta Raje (Mad) yang bermakna asta/makam para Pangradje (pembesar kerajaan) yang merupakan asta/makam para raja clan anak keturunan beserta kerabat‑kerabatnya dibangun sekitar tahun 1750M. Asta Tinggi memiliki 7 kawasan yaitu :
a. Kawasan Asta Induk, terdiri dari :
* Kubah Sultan Abdurrahman Pakunataningrat (Perencanaan awal oleh Panembahan Sumolo dan dilanjutkan pelaksanaannya oleh Sultan Abdurrahman);
* Kubah Bendoro Moh. Saod terdiri dari :
* Kubah Bendoro Moh. Saod yang direnovasi oleh Resident Madura.
o Kubah Pangeran Akhmad/Pangeran Djimat, yang kubahnya tersebut berasal dari Pendopo Kraton Pangeran Lor/Wetan.
o Pangeran Pulang Djiwo yang kubahnya tersebut juga berasal dari Kraton Pangeran Lor/Wetan
o Pemakaman Istri-istri Selir Raja-raja Sumenep
b. Kawasan Makam K. Saonggaling
Konon diceritakan bahwa K. Saonggaling adalah pembela R. Tumenggung Tirtonegoro (Bendoro Moh. Saod) pada saat terjadinya upaya kudeta/perebutan kekuasaan oleh Patih Purwonegoro).
c. Kawasan Makam Patih Mangun.
d. Kawasan Makam Kanjeng Kai/Raden Adipati Suroadimenggolo Bupati Semarang (mertua Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I).
e. Kawasan makam Raden Adipati Pringgoloyo/Moh. Saleh
Beliau pada masa hidupnya menjabat sebagai Patih pada Pemerintahan Panembahan Sumolo dan Sultan Abdurrahman.
f. Kawasan Makam Raden Tjakra Sudibyo, Patih Pensiun Sumenep.
g. Kawasan Makam Raden Wongsokoesomo
(Sumber buku perjalanan dari Soengenep ka Batawi, Raden Sastro Soebrata, Balai Pustaka tahun 1920).
Konon memuat cerita, bahwa kawasan makam asta tinggi pernah dilakukan pengeboman jarak jauh (dari atas kapal laut di Kalianget) oleh tentara Inggris karena mengira bahwa bangunan tersebut adalah istana kerajaan. Namun demikian, pengeboman tersebut tidak sampai menghancurkan asta tinggi karena jatuh di luar kawasan.
8. Pilar / Pintu Masuk Kraton Bangselok
Diceritakan bahwa kawasan Jalan Widuri Bangselok terdapat bangunan pintu masuk ke Keraton Bangselok yang dulunya ditempati Pangeran Pekalongan (menantu Sultan Abdurrahman). Konon waktu itu pintu masuk menuju ke keraton Sumenep terdapat di sebelah selatannya. (± 200 Meter), sehingga tamu yang akan ke keraton tertebih dahulu harus melalui pemeriksaan. Adapun kedudukan Pangeran Pekalongan adalah sebagai Panglima Perang pada zaman pemerintahan Sultan Abdurrahman.
9. Taman Peristirahatan Raja-Raja di Desa Batuan
Pada tahun 1834 Raja Sumenep Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I membangun taman pemandian raja di Desa Batuan dan terletak di kampung Palasa. Penyebutan Palasa sebenarnya berasal dari kata PALACE (istana), karena di kawasan pemandian raja desa Batuan tersebut terdapat istana dan sampai saat ini masih tersisa taman pemandian serta puing-puing bangunan istana.
10. Gua Jeruk
Dari tinjauan Topografi Gua Jeruk terletak di dataran tinggi yang berlokasi di luar kawasan Asta Tinggi Sumenep. Konon menurut cerita yang berkembang, tempat tersebut adalah tempat pertapaan Sultan Abdurrahman pada masa pemerintahannya
11. Asta Karang Sabu
Pada tahun 1559-1562 di lokasi tersebut berdiri kerajaan Sumenep di bawah kepemimpinan Raden Tumenggung Kanduruan dan berturut-turut dilanjutkan oleh Pangeran Wetan dan Pangeran Lor hingga tahun 1589. Sekarang pada lokasi tersebut hanya tersisa asta/Pemakaman Tumenggung Kanduruan, Pangeran Lor dan Pangeran Wetan yang terletak di Jalan Diponegoro (Kelurahan Karangduak), sedangkan Pendopo Kratonnya di pindah ke Asta Tinggi dijadikan Kubah pangeran Djimat dan kubah pangeran Pulangdjiwo.
12. Pilar/Pintu Masuk Kraton Parsanga
Pada tahun 1502-1559 di tempat ini berdiri Kerajaan Sumenep di bawah kepemimpinan Pangeran Banuboyo/Pangeran Siding Puri dengan gelar Pangeran Setjoadiningrat V yang merupakan cucu dari Pangeran Jokotole.
13. Kolam (Perigi Songo) di Parsanga
Pada jaman kejayaan Kraton. Parsanga, disitu bermukim seorang ulama yang bernama Sunan Padusan (menantu Djokotole) kedudukan beliau di samping sebagai ulama, juga menjadi penasehat kerajaan yang Sekaligus berfungsi sebagai penyiar agama Islam. Di dalam pelaksanaannya diceritakan bahwa setiap orang yang akan masuk Islam terlebih dahulu disucikan (dudus=bahasa madura) dengan air (Perigi Songo).
14. Pintu Gerbang Pangeran Letnan
Salah seorang putra Sultan Abdurrahman yang bernama Raden Ario Mohammad Hamzah dengan gelar Pangeran Soerjo Sinrangingrono. Dalam jajaran kemiliteran kerajaan beliau adalah salah satu penglima tentara kerajaan yang mempunyai pangkat Letnan Kolonel. Sebelum masuk ke istana/rumah kediaman beliau, di depannya terdapat pintu masuk masuk dengan model/tipe yang hampir mirip dengan bangunan Labang Mesem.
Adapun beberapa situs peninggalan sejarah Kabupaten Sumenep diantaranya sebagai berikut :
1. SISA TEMBOK PAGAR KRATON
Pada masa kepemimpinan Bupati H.R. SOEMAR'OM ± tahun 1976, telah terjadi perubahan yang fundamental di lingkungan Kraton Sumenep, hal ini mengakibatkan dilakukannya pembongkaran pagar tembok belakang kraton yang didirikan oleh Raja Panembahan Sumolo tahun 1762 dengan panjang ± 200 meter. Adapun sisa yang tertinggal ± 4 meter dijadikan bukti monumental sejarah Kerajaan Kraton Sumenep di masa lalu.
2. KRATON SUMENEP
Dalam kawasan kraton Sumenep terdapat 3 bangunan utama yaitu :
a. Kraton Tirtonegoro;
Bangunan ini merupakan Istana kerajaan pada saat Sumenep dipimpin oleh Raja R. Tumenggung Tirtonegoro (Bendoro Moh. Saod) yang memerintah pada tahun 1750 sampai dengan tahun 1762. Pada awal pemerintahannya, di bangunan ini pernah terjadi reaksi perebutan kekuasaan akibat kekecewaan dari Patih Purwonegoro (Saudara mesan Ratu Tirtonegoro), karena dirinya merasa lebih pantas mendampingi raja Tirtonegoro menjadi raja Sumenep.
b. Kraton Panembahan Sumolo;
c. Kantor Koneng;
Dari arti kata koneng (rata = bahasa belanda) telah menunjukkan bangunan tersebut adalah Kantor Raja. Bangunan ini dipakai sebagai tempat kerja Raja Sultan Abdurrahman Pakunataningrat pertama selama masa pemerintahannya dari tahun 1811 s.d. 1854 M.
3. TAMAN SARE
Taman Sare Pemandian Putri-Putri Raja (Taman Sare) merupakan tempat bermainnya putri-putri raja sambil melepaskan kelelahan dengan bermain-main. Konon diceritakan, bahwa airnya dapat dijadikan obat dan membawa berkah.
4. WAKAF BENDORO MOH. SAOD / RADEN TUMENGGUNG TIRTONEGORO
Pada masa pemerintahan Bendoro Moh. Saod Raden Tumenggung Tirtonegoro dibangunlah tempat ibadah (Wakaf/Langgar) yang terletak di kawasan Kraton Sumenep. Dalarn penyelenggaraan pengajiannya wakaf ini dipimpin K. Abu Naim dan berfungsi selain tempat ibadah juga sebagai pusat penyiaran agama Islam saat itu.
5. MASJID LAJU
Dari namanya sudah menunjukkan, bahwa bangunan tersebut adalah bangunan Masjid yang lama (laju=bahasa Madura). Masjid ini dibangun pada jaman pemerintahan Pangeran Anggadipa, yang memerintah Kraton Sumenep dari tahun 1626 s/d. 1644 M. dengan demikian jauh sebelum Bendoro Moh. Saod (Raden Tumenggung Tirtonegoro) memerintah Sumenep ternyata agama Islam sudah berkembang luas.
6. MASJID AGUNG SUMENEP
Perkembangan Islam di Sumenep cukup pesat sehingga pada tahun 1763 M dibangunlah Masjid Agung Sumenep oleh Raja Panembahan Sumolo. Dari sejak berdirinya sampai sekarang, Masjid Agung tetap menjadi anutan dalam pengembangan syiar Islam di Kabupaten Sumenep. Di antara Masjid Agung dengan Kraton terdapat makna filosofis dengan pusatnya alon-alon Kota. Alon-alon yang menghadap ke Barat (Masjid), melambangkan Hablum Minallah, dan alon-alon yang menghadap ke Timur (Kraton) melambangkan Hablum Minannas. Dengan demikian, jalinan hubungan yang harmonis antara Ulama dan Umaro' sudah tercipta sejak Pemerintahan masa lalu.
7. ASTA TINGGI
Asta Tinggi disebut juga Asta Raje (Mad) yang bermakna asta/makam para Pangradje (pembesar kerajaan) yang merupakan asta/makam para raja clan anak keturunan beserta kerabat‑kerabatnya dibangun sekitar tahun 1750M. Asta Tinggi memiliki 7 kawasan yaitu :
a. Kawasan Asta Induk, terdiri dari :
* Kubah Sultan Abdurrahman Pakunataningrat (Perencanaan awal oleh Panembahan Sumolo dan dilanjutkan pelaksanaannya oleh Sultan Abdurrahman);
* Kubah Bendoro Moh. Saod terdiri dari :
* Kubah Bendoro Moh. Saod yang direnovasi oleh Resident Madura.
o Kubah Pangeran Akhmad/Pangeran Djimat, yang kubahnya tersebut berasal dari Pendopo Kraton Pangeran Lor/Wetan.
o Pangeran Pulang Djiwo yang kubahnya tersebut juga berasal dari Kraton Pangeran Lor/Wetan
o Pemakaman Istri-istri Selir Raja-raja Sumenep
b. Kawasan Makam K. Saonggaling
Konon diceritakan bahwa K. Saonggaling adalah pembela R. Tumenggung Tirtonegoro (Bendoro Moh. Saod) pada saat terjadinya upaya kudeta/perebutan kekuasaan oleh Patih Purwonegoro).
c. Kawasan Makam Patih Mangun.
d. Kawasan Makam Kanjeng Kai/Raden Adipati Suroadimenggolo Bupati Semarang (mertua Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I).
e. Kawasan makam Raden Adipati Pringgoloyo/Moh. Saleh
Beliau pada masa hidupnya menjabat sebagai Patih pada Pemerintahan Panembahan Sumolo dan Sultan Abdurrahman.
f. Kawasan Makam Raden Tjakra Sudibyo, Patih Pensiun Sumenep.
g. Kawasan Makam Raden Wongsokoesomo
(Sumber buku perjalanan dari Soengenep ka Batawi, Raden Sastro Soebrata, Balai Pustaka tahun 1920).
Konon memuat cerita, bahwa kawasan makam asta tinggi pernah dilakukan pengeboman jarak jauh (dari atas kapal laut di Kalianget) oleh tentara Inggris karena mengira bahwa bangunan tersebut adalah istana kerajaan. Namun demikian, pengeboman tersebut tidak sampai menghancurkan asta tinggi karena jatuh di luar kawasan.
8. Pilar / Pintu Masuk Kraton Bangselok
Diceritakan bahwa kawasan Jalan Widuri Bangselok terdapat bangunan pintu masuk ke Keraton Bangselok yang dulunya ditempati Pangeran Pekalongan (menantu Sultan Abdurrahman). Konon waktu itu pintu masuk menuju ke keraton Sumenep terdapat di sebelah selatannya. (± 200 Meter), sehingga tamu yang akan ke keraton tertebih dahulu harus melalui pemeriksaan. Adapun kedudukan Pangeran Pekalongan adalah sebagai Panglima Perang pada zaman pemerintahan Sultan Abdurrahman.
9. Taman Peristirahatan Raja-Raja di Desa Batuan
Pada tahun 1834 Raja Sumenep Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I membangun taman pemandian raja di Desa Batuan dan terletak di kampung Palasa. Penyebutan Palasa sebenarnya berasal dari kata PALACE (istana), karena di kawasan pemandian raja desa Batuan tersebut terdapat istana dan sampai saat ini masih tersisa taman pemandian serta puing-puing bangunan istana.
10. Gua Jeruk
Dari tinjauan Topografi Gua Jeruk terletak di dataran tinggi yang berlokasi di luar kawasan Asta Tinggi Sumenep. Konon menurut cerita yang berkembang, tempat tersebut adalah tempat pertapaan Sultan Abdurrahman pada masa pemerintahannya
11. Asta Karang Sabu
Pada tahun 1559-1562 di lokasi tersebut berdiri kerajaan Sumenep di bawah kepemimpinan Raden Tumenggung Kanduruan dan berturut-turut dilanjutkan oleh Pangeran Wetan dan Pangeran Lor hingga tahun 1589. Sekarang pada lokasi tersebut hanya tersisa asta/Pemakaman Tumenggung Kanduruan, Pangeran Lor dan Pangeran Wetan yang terletak di Jalan Diponegoro (Kelurahan Karangduak), sedangkan Pendopo Kratonnya di pindah ke Asta Tinggi dijadikan Kubah pangeran Djimat dan kubah pangeran Pulangdjiwo.
12. Pilar/Pintu Masuk Kraton Parsanga
Pada tahun 1502-1559 di tempat ini berdiri Kerajaan Sumenep di bawah kepemimpinan Pangeran Banuboyo/Pangeran Siding Puri dengan gelar Pangeran Setjoadiningrat V yang merupakan cucu dari Pangeran Jokotole.
13. Kolam (Perigi Songo) di Parsanga
Pada jaman kejayaan Kraton. Parsanga, disitu bermukim seorang ulama yang bernama Sunan Padusan (menantu Djokotole) kedudukan beliau di samping sebagai ulama, juga menjadi penasehat kerajaan yang Sekaligus berfungsi sebagai penyiar agama Islam. Di dalam pelaksanaannya diceritakan bahwa setiap orang yang akan masuk Islam terlebih dahulu disucikan (dudus=bahasa madura) dengan air (Perigi Songo).
14. Pintu Gerbang Pangeran Letnan
Salah seorang putra Sultan Abdurrahman yang bernama Raden Ario Mohammad Hamzah dengan gelar Pangeran Soerjo Sinrangingrono. Dalam jajaran kemiliteran kerajaan beliau adalah salah satu penglima tentara kerajaan yang mempunyai pangkat Letnan Kolonel. Sebelum masuk ke istana/rumah kediaman beliau, di depannya terdapat pintu masuk masuk dengan model/tipe yang hampir mirip dengan bangunan Labang Mesem.
ARTI LAMBANG DAERAH KABUPATEN SUMENEP
SK DPRD-GR Tanggal 25 Mei 1965
NO.:3/II/20DPRD-DR/65/2820
Ukuran Lambang
82.5 x 105 cm (11 14)
Bentuk Lambang
Berbentuk "PERISAI" dengan mempunyai 5 (lima) sudut. Makna Perisai melambangakan senantiasa kesiapsediaan dan keberanian masyarakat dan daerah tingkat II Sumenep untuk mempertahankan diri dari setiap gangguan kedzoliman serta mempertahankan keunggulan dan kemakmuran daerah.
Makna dan Kemakmuran daerah
Makna dari 5 (lima) sudut perisai melambangkan dasar yang akan ditaati dan akan dipertahankan oleh masyarakat daerah tingkat II Sumenep, ialah falsafah dasar Negara Kita Pancasila. Karena itu maka sudut 5 (lima) yang melingkari dan merupakan bentuk dari perisai tersebut.
Versiering isi perisai :
Terdapat gambar KUDA BERSAYAP yang berwarna kuning emas, diambil dari lambang kepahlawanan terkenal di daerah tingkat II Sumenep yang ada hubungannya dengan cerita kuno yaitu kuda Skati dari Pahlawan Putra Sumenep DJOKO TOLE (Aria Panole) dengan lukisan kuda itu melambangkan jiwa keberanian dan patriotisme mesyarakat daerah Tingkat II Sumenep, dan sayap dari kuda itu melambangkan jiwa penuh dinamika. Sedang warna kuning melambangkan dasar mengagungkan Tuhan Yang Maha Esa yang menyoroti setiap gerak dan usaha Daerah Tingkat II Sumenep. Selaras pula dengan dasar pertama dari Pancasila. Selain gambar lukisan kuda bersayap berwarna kuning emas tersebut, ditetapkan pula adanya PITA yang berisikan tulisan SUMEKAR (Nama Sumenep diwaktu jaman nenek moyang kita).
Makna dari kata Sumekar itu ialah senantiasa berkembang (mekar) yang sesuai sekali dengan perkembangan revolusi nasional kita yang terus berkembang "in the rising deman" mencapai terwujudnya cita-cita Pancasila amanat penderitaan rakyat yang terkenal dengan SOSIALISME INDONESIA.
Sikap dan bentuk Kuda :
Ditetapkan dalam keadaan beraksi menentang, kepalanya sedikit tunduk menoleh ke kiri (gigih, bahasa Madura "nyoronteng"). Sayap kuda berdiri tegak sesuai dengan keadaan kuda yang siap sedia mengemban amanat Penderitaan Rakyat Daerah Tingkat II Sumenep. Bulu ekor kuda keriting 8, mengingatkan kita pada tahun 1945 dan keritingan dari bulu-bulu itu kita harus bersatu.
Pita di dalam :
Pita dalam perisai ditetapkan berwarna dasar putih dan tulisan dengan warna dasar berwarna merah, melambangkan SANG MERAH PUTIH bendera kita Negara Republik Indonesia.
Dasar Hijau dari :
Warna hijau ialah berarti yang akan datang (harapan) terhadap cita-cita yang diperjuangkan.
Warna Hitam :
Sebagai batas tertentu yang melingkari perisai dengan arti dari lingkaran termaksud menyatukan cita-cita.
SK DPRD-GR Tanggal 25 Mei 1965
NO.:3/II/20DPRD-DR/65/2820
Ukuran Lambang
82.5 x 105 cm (11 14)
Bentuk Lambang
Berbentuk "PERISAI" dengan mempunyai 5 (lima) sudut. Makna Perisai melambangakan senantiasa kesiapsediaan dan keberanian masyarakat dan daerah tingkat II Sumenep untuk mempertahankan diri dari setiap gangguan kedzoliman serta mempertahankan keunggulan dan kemakmuran daerah.
Makna dan Kemakmuran daerah
Makna dari 5 (lima) sudut perisai melambangkan dasar yang akan ditaati dan akan dipertahankan oleh masyarakat daerah tingkat II Sumenep, ialah falsafah dasar Negara Kita Pancasila. Karena itu maka sudut 5 (lima) yang melingkari dan merupakan bentuk dari perisai tersebut.
Versiering isi perisai :
Terdapat gambar KUDA BERSAYAP yang berwarna kuning emas, diambil dari lambang kepahlawanan terkenal di daerah tingkat II Sumenep yang ada hubungannya dengan cerita kuno yaitu kuda Skati dari Pahlawan Putra Sumenep DJOKO TOLE (Aria Panole) dengan lukisan kuda itu melambangkan jiwa keberanian dan patriotisme mesyarakat daerah Tingkat II Sumenep, dan sayap dari kuda itu melambangkan jiwa penuh dinamika. Sedang warna kuning melambangkan dasar mengagungkan Tuhan Yang Maha Esa yang menyoroti setiap gerak dan usaha Daerah Tingkat II Sumenep. Selaras pula dengan dasar pertama dari Pancasila. Selain gambar lukisan kuda bersayap berwarna kuning emas tersebut, ditetapkan pula adanya PITA yang berisikan tulisan SUMEKAR (Nama Sumenep diwaktu jaman nenek moyang kita).
Makna dari kata Sumekar itu ialah senantiasa berkembang (mekar) yang sesuai sekali dengan perkembangan revolusi nasional kita yang terus berkembang "in the rising deman" mencapai terwujudnya cita-cita Pancasila amanat penderitaan rakyat yang terkenal dengan SOSIALISME INDONESIA.
Sikap dan bentuk Kuda :
Ditetapkan dalam keadaan beraksi menentang, kepalanya sedikit tunduk menoleh ke kiri (gigih, bahasa Madura "nyoronteng"). Sayap kuda berdiri tegak sesuai dengan keadaan kuda yang siap sedia mengemban amanat Penderitaan Rakyat Daerah Tingkat II Sumenep. Bulu ekor kuda keriting 8, mengingatkan kita pada tahun 1945 dan keritingan dari bulu-bulu itu kita harus bersatu.
Pita di dalam :
Pita dalam perisai ditetapkan berwarna dasar putih dan tulisan dengan warna dasar berwarna merah, melambangkan SANG MERAH PUTIH bendera kita Negara Republik Indonesia.
Dasar Hijau dari :
Warna hijau ialah berarti yang akan datang (harapan) terhadap cita-cita yang diperjuangkan.
Warna Hitam :
Sebagai batas tertentu yang melingkari perisai dengan arti dari lingkaran termaksud menyatukan cita-cita.
MADURA DALAM SEJARAH
MADURA DALAM CUPLIKAN SEJARAH
Intisari Oleh Jundy
*
BANGKALAN
Pulau Madura
Pulau Madura
Beberapa abad kemudian, diceritakan, bahwa ada suatu negara yang disebut Mendangkamulan dan berkuasalah seorang Raja yang bernama Sangyangtunggal. Waktu itu pulau Madura merupakan pulau yang terpecah belah, Yang tampak ialah Gunung Geger di daerah Bangkalan dan Gunung Pajudan didaerah Sumenep.
Diceritakan selanjutnya bahwa raja mempunyai anak gadis bernama Bendoro Gung. Yang pada suatu hari hamil dan diketahui Ayahnya. Raja amat marah dan menyuruh Patihnya yang bernama Pranggulang untuk membunuh anaknya itu. Karena itu ia tidak melanjutkan untuk membunuh anak Raja itu tetapi ia memilih lebih baik tidak kembali ke Kerajaan. Pada saat itu ia merubah nama dirinya dengan Kijahi Poleng dan pakaiannya di ganti juga dengan Poleng (Arti Poleng,kain tenun Madura). Dan gadis yang hamil itu didudukkan di atasnya, serta gitek itu di hanyutkan menuju ke Pulau "Madu Oro".
Pada saat si gadis hamil itu merasa perutnya sakit dan segera ia memanggil Kijahi Poleng. Tidak antara lama Kijahi Poleng datang dan ia mengatakan bahwa Bendoro Gung akan melahirkan anak. Dengan demikian ibu dan anak tersebut menjadi penduduk pertama dari Pulau Madura.
Perahu-perahu yang banyak berlayar di Pulau Madura sering melihat adanya cahaya yang terang ditempat dimana Raden Segoro berdiam, dan seringkali perahu-perahu itu berhenti berlabuh dan mengadakan selamatan ditempat itu. Selain daripada itu para pengunjung memberikan hadiah-hadiah kepada Ibu Raden Segoro maupun kepada anak itu sendiri. Ibunya merasa sangat takut pula karena itu ia memanggil kijahi Poleng. Kijahi poleng mengajak Raden Segoro untuk pergi ketepi pantai.
Pada saat itu memang benar datanglah 2 ekor ular raksasa dan Kijahi Poleng menyuruh Raden Segoro supaya 2 ekor ular itu didekati dan selanjutnya supaya ditangkap dan dibanting ke tanah. Tombak itu oleh Kijahi Poleng diberi nama Si Nenggolo dan Si Aluquro. Sesampainya Patih tersebut di Madura, ia terus menjumpai Raden Segoro dan mengemukakan kehendak Rajanya. Ibu Raden Segoro mendatangkan Kijahi Poleng dan minta pendapatnya, apakah kehendak raja dikabulkan atau tidak.
Raden Segoro berangkat dengan membawa senjata si Nenggolo. Akhirnya Raja Mendangkamulan atas bantuan Raden Segoro menang didalam peperangan dengan tentara Cina dan setelah itu Raja mengadakan Pesta besar karena dapat mengusir musuhnya. Raja bermaksud mengambil Raden Segoro sebagai anak mantunya. Raden Segoro minta ijin dahulu untuk pulang ingin menanyakan kepada ibunya. Pada saat itu pula ibu dan anaknya lenyaplah dan rumahnya disebut Keraton Nepa. Karena itu sampai sekarang 2 tombak itu menjadi Pusaka Bangkalan.
*
SAMPANG
madura
madura
Pada Zaman Majapahit di Sampang ditempatkan seorang Kamituwo yang pangkatnya hanya sebagai patih, jadi boleh dikatakan kepatihan yang berdiri sendiri. Sewaktu Majapahit mulai mundur di Sampang berkuasa Ario Lembu Peteng, Putera Raja Majapahit dengan Puteri Campa.
Yang mengganti Kamituwo di Sampang adalah putera yang tertua ialah Ario Menger yang keratonnya tetap di Madekan. Menurut cerita Demang terus berjalan kearah Barat Daya diperjalanan ia makan ala kadarnya daun-daun, buah-buahan dan apa saja yang dapat dimakan, dan kalau malam ia tertidur dihutan dimana ia dapat berteduh.
Perempuan tua itu menjawab bahwa pohon yang dimaksud letaknya didesa Palakaran tidak beberapa jauh dari tempat itu. Dengan diantar perempuan tua tersebut Demang terus menuju kedesa Palakaran dan diiringi oleh beberapa orang yang bertemu diperjalanan.
Pada sauatu saat Demang Palakaran bermimpi bahwa kemudian hari yang akan menggantikan dirinya ialah Kiyahi Pragalbo yang akan menurunkan pemimpin-pemimpin masyarakat yang baik, putera yang tertua Pramono oleh ayahnya disuruh bertempat tinggal di Sampang dan memimpin pemerintah dikota itu.
Ia kawin dengan puteri Wonorono di Pamekasan karena itu ia juga menguasai Pamekasan jadi berarti Sampang dan Pamekasan bernaung dalam satu kerajaan, demikian pula sewaktu Nugeroho (Bonorogo) menggantikan ayahnya yang berkeraton di Pamekasan dua daerah itu masih dibawah satu kekuasaan, setelah kekuasaan Bonorogo Sampang terpisah lagi dengan Pamekasan yang masing-masing dikuasai oleh Adipati Pamadekan (Sampang) dan Pamekasan dikuasai oleh Panembahan Ronggo Sukawati, kedua-duanya putera Bonerogo.
*
PAMEKASAN
Kabupaten Pamekasan lahir dari proses sejarah yang cukup panjang. Begitu juga munculnya sejarah pemerintahan di Pamekasan sangat jarang ditemukan bukti-bukti tertulis apalagi prasasti yang menjelaskan tentang kapan dan bagaimana keberadaannya.
Diperkirakan, Pamekasan merupakan bagian dari pemerintahan Madura di Sumenep yang telah berdiri sejak pengangkatan Arya Wiraraja pada tanggal 13 Oktober 1268 oleh Kertanegara. Jika pemerintahan lokal Pamekasan lahir pada abad 15, tidak dapat disangkal bahwa kabupaten ini lahir pada jaman kegelapan Majapahit yaitu pada saat daerah-daerah pesisir di wilayah kekuasaan Majapahit mulai merintis berdirinya pemerintahan sendiri.
Terungkapnya sejarah pemerintahan di Pamekasan semakin ada titik terang setelah berhasilnya invansi Mataram ke Madura dan merintis pemerintahan lokal dibawah pengawasan Mataram. Hal ini dikisahkan dalam beberapa karya tulis seperti Babad Mataram dan Sejarah Dalem serta telah adanya beberapa penelitian sejarah oleh Sarjana barat yang lebih banyak dikaitkan dengan perkembangan sosial dan agama, khususnya perkembangan Islam di Pulau Jawa dan Madura, seperti Graaf dan TH.
Masa-masa berikutnya yaitu masa-masa yang lebih cerah sebab telah banyak tulisan berupa hasil penelitian yang didasarkan pada tulisan-tulisan sejarah Madura termasuk Pamekasan dari segi pemerintahan, politik, ekonomi, sosial dan agama, mulai dari masuknya pengaruh Mataram khususnya dalam pemerintahan Madura Barat (Bangkalan dan Pamekasan), masa campur tangan pemerintahan Belanda yang sempat menimbulkan pro dan kontra bagi para Penguasa Madura, dan menimbulkan peperangan Pangeran Trunojoyo dan Ke' Lesap, dan terakhir pada saat terjadinya pemerintahan kolonial Belanda di Madura.
Hal ini terbukti dengan banyaknya penguasa Madura yang dimanfaatkan oleh Belanda untuk memadamkan beberapa pemberontakan di Nusantara yang dianggap merugikan pemerintahan kolonial dan penggunaan tenaga kerja Madura untuk kepentingan perkembangan ekonomi Kolonial pada beberapa perusahaan Barat yang ada didaerah Jawa, khususnya Jawa Timur bagian timur (Karisidenan Basuki).
Tenaga kerja Madura dimanfaatkan sebagai tenaga buruh pada beberapa perkebunan Belanda. Orang-orang Pamekasan sendiri pada akhirnya banyak hijrah dan menetap di daerah Bondowoso. Perkembangan Pamekasan, walaupun tidak terlalu banyak bukti tertulis berupa manuskrip ataupun inskripsi nampaknya memiliki peran yang cukup penting pada pertumbuhan kesadaran kebangsaan yang mulai berkembang di negara kita pada zaman Kebangkitan dan Pergerakan Nasional.
*
SUMENEP
Sumenep merupakan Kabupaten di Jawa Timur yang berada di ujung paling Timur Pulau Madura, bisa dibilang sebagai salah satu kawasan yang terpenting dalam sejarah Madura. Kita dapat menjumpai situs-situs kebudayaan yang sampai hari ini masih menjadi obyek pariwisata.
Di Kabupaten itu pula, banyak terpencar pulau-pulau kecil yang kaya akan sumber daya alam dan hasil pertanian. Bahkan, kabupaten ini penuh dengan sejarah raja-raja yang sampai sekarang masih menjadi objek wisata menarik untuk bahan tela'ah dan observasi bagi masyarakat. Yang lebih menarik lagi, di kabupaten ini anda akan temukan sebuah pesantren megah, indah nan modern.
Namanya, Pondok Pesantren Al-Amein Prenduan. Sebagai pesantren kader yang mencetak mundzirul qaum, Pesantren ini menjadi bagian sejarah dari Kabupaten Sumenep. Sebagai bukti, kalau kabupaten ini penuh dengan sejarah, bias kita lihat dari pintu gerbang masjid agung yang ada di tengah-tengah kota.
Intisari Oleh Jundy
*
BANGKALAN
Pulau Madura
Pulau Madura
Beberapa abad kemudian, diceritakan, bahwa ada suatu negara yang disebut Mendangkamulan dan berkuasalah seorang Raja yang bernama Sangyangtunggal. Waktu itu pulau Madura merupakan pulau yang terpecah belah, Yang tampak ialah Gunung Geger di daerah Bangkalan dan Gunung Pajudan didaerah Sumenep.
Diceritakan selanjutnya bahwa raja mempunyai anak gadis bernama Bendoro Gung. Yang pada suatu hari hamil dan diketahui Ayahnya. Raja amat marah dan menyuruh Patihnya yang bernama Pranggulang untuk membunuh anaknya itu. Karena itu ia tidak melanjutkan untuk membunuh anak Raja itu tetapi ia memilih lebih baik tidak kembali ke Kerajaan. Pada saat itu ia merubah nama dirinya dengan Kijahi Poleng dan pakaiannya di ganti juga dengan Poleng (Arti Poleng,kain tenun Madura). Dan gadis yang hamil itu didudukkan di atasnya, serta gitek itu di hanyutkan menuju ke Pulau "Madu Oro".
Pada saat si gadis hamil itu merasa perutnya sakit dan segera ia memanggil Kijahi Poleng. Tidak antara lama Kijahi Poleng datang dan ia mengatakan bahwa Bendoro Gung akan melahirkan anak. Dengan demikian ibu dan anak tersebut menjadi penduduk pertama dari Pulau Madura.
Perahu-perahu yang banyak berlayar di Pulau Madura sering melihat adanya cahaya yang terang ditempat dimana Raden Segoro berdiam, dan seringkali perahu-perahu itu berhenti berlabuh dan mengadakan selamatan ditempat itu. Selain daripada itu para pengunjung memberikan hadiah-hadiah kepada Ibu Raden Segoro maupun kepada anak itu sendiri. Ibunya merasa sangat takut pula karena itu ia memanggil kijahi Poleng. Kijahi poleng mengajak Raden Segoro untuk pergi ketepi pantai.
Pada saat itu memang benar datanglah 2 ekor ular raksasa dan Kijahi Poleng menyuruh Raden Segoro supaya 2 ekor ular itu didekati dan selanjutnya supaya ditangkap dan dibanting ke tanah. Tombak itu oleh Kijahi Poleng diberi nama Si Nenggolo dan Si Aluquro. Sesampainya Patih tersebut di Madura, ia terus menjumpai Raden Segoro dan mengemukakan kehendak Rajanya. Ibu Raden Segoro mendatangkan Kijahi Poleng dan minta pendapatnya, apakah kehendak raja dikabulkan atau tidak.
Raden Segoro berangkat dengan membawa senjata si Nenggolo. Akhirnya Raja Mendangkamulan atas bantuan Raden Segoro menang didalam peperangan dengan tentara Cina dan setelah itu Raja mengadakan Pesta besar karena dapat mengusir musuhnya. Raja bermaksud mengambil Raden Segoro sebagai anak mantunya. Raden Segoro minta ijin dahulu untuk pulang ingin menanyakan kepada ibunya. Pada saat itu pula ibu dan anaknya lenyaplah dan rumahnya disebut Keraton Nepa. Karena itu sampai sekarang 2 tombak itu menjadi Pusaka Bangkalan.
*
SAMPANG
madura
madura
Pada Zaman Majapahit di Sampang ditempatkan seorang Kamituwo yang pangkatnya hanya sebagai patih, jadi boleh dikatakan kepatihan yang berdiri sendiri. Sewaktu Majapahit mulai mundur di Sampang berkuasa Ario Lembu Peteng, Putera Raja Majapahit dengan Puteri Campa.
Yang mengganti Kamituwo di Sampang adalah putera yang tertua ialah Ario Menger yang keratonnya tetap di Madekan. Menurut cerita Demang terus berjalan kearah Barat Daya diperjalanan ia makan ala kadarnya daun-daun, buah-buahan dan apa saja yang dapat dimakan, dan kalau malam ia tertidur dihutan dimana ia dapat berteduh.
Perempuan tua itu menjawab bahwa pohon yang dimaksud letaknya didesa Palakaran tidak beberapa jauh dari tempat itu. Dengan diantar perempuan tua tersebut Demang terus menuju kedesa Palakaran dan diiringi oleh beberapa orang yang bertemu diperjalanan.
Pada sauatu saat Demang Palakaran bermimpi bahwa kemudian hari yang akan menggantikan dirinya ialah Kiyahi Pragalbo yang akan menurunkan pemimpin-pemimpin masyarakat yang baik, putera yang tertua Pramono oleh ayahnya disuruh bertempat tinggal di Sampang dan memimpin pemerintah dikota itu.
Ia kawin dengan puteri Wonorono di Pamekasan karena itu ia juga menguasai Pamekasan jadi berarti Sampang dan Pamekasan bernaung dalam satu kerajaan, demikian pula sewaktu Nugeroho (Bonorogo) menggantikan ayahnya yang berkeraton di Pamekasan dua daerah itu masih dibawah satu kekuasaan, setelah kekuasaan Bonorogo Sampang terpisah lagi dengan Pamekasan yang masing-masing dikuasai oleh Adipati Pamadekan (Sampang) dan Pamekasan dikuasai oleh Panembahan Ronggo Sukawati, kedua-duanya putera Bonerogo.
*
PAMEKASAN
Kabupaten Pamekasan lahir dari proses sejarah yang cukup panjang. Begitu juga munculnya sejarah pemerintahan di Pamekasan sangat jarang ditemukan bukti-bukti tertulis apalagi prasasti yang menjelaskan tentang kapan dan bagaimana keberadaannya.
Diperkirakan, Pamekasan merupakan bagian dari pemerintahan Madura di Sumenep yang telah berdiri sejak pengangkatan Arya Wiraraja pada tanggal 13 Oktober 1268 oleh Kertanegara. Jika pemerintahan lokal Pamekasan lahir pada abad 15, tidak dapat disangkal bahwa kabupaten ini lahir pada jaman kegelapan Majapahit yaitu pada saat daerah-daerah pesisir di wilayah kekuasaan Majapahit mulai merintis berdirinya pemerintahan sendiri.
Terungkapnya sejarah pemerintahan di Pamekasan semakin ada titik terang setelah berhasilnya invansi Mataram ke Madura dan merintis pemerintahan lokal dibawah pengawasan Mataram. Hal ini dikisahkan dalam beberapa karya tulis seperti Babad Mataram dan Sejarah Dalem serta telah adanya beberapa penelitian sejarah oleh Sarjana barat yang lebih banyak dikaitkan dengan perkembangan sosial dan agama, khususnya perkembangan Islam di Pulau Jawa dan Madura, seperti Graaf dan TH.
Masa-masa berikutnya yaitu masa-masa yang lebih cerah sebab telah banyak tulisan berupa hasil penelitian yang didasarkan pada tulisan-tulisan sejarah Madura termasuk Pamekasan dari segi pemerintahan, politik, ekonomi, sosial dan agama, mulai dari masuknya pengaruh Mataram khususnya dalam pemerintahan Madura Barat (Bangkalan dan Pamekasan), masa campur tangan pemerintahan Belanda yang sempat menimbulkan pro dan kontra bagi para Penguasa Madura, dan menimbulkan peperangan Pangeran Trunojoyo dan Ke' Lesap, dan terakhir pada saat terjadinya pemerintahan kolonial Belanda di Madura.
Hal ini terbukti dengan banyaknya penguasa Madura yang dimanfaatkan oleh Belanda untuk memadamkan beberapa pemberontakan di Nusantara yang dianggap merugikan pemerintahan kolonial dan penggunaan tenaga kerja Madura untuk kepentingan perkembangan ekonomi Kolonial pada beberapa perusahaan Barat yang ada didaerah Jawa, khususnya Jawa Timur bagian timur (Karisidenan Basuki).
Tenaga kerja Madura dimanfaatkan sebagai tenaga buruh pada beberapa perkebunan Belanda. Orang-orang Pamekasan sendiri pada akhirnya banyak hijrah dan menetap di daerah Bondowoso. Perkembangan Pamekasan, walaupun tidak terlalu banyak bukti tertulis berupa manuskrip ataupun inskripsi nampaknya memiliki peran yang cukup penting pada pertumbuhan kesadaran kebangsaan yang mulai berkembang di negara kita pada zaman Kebangkitan dan Pergerakan Nasional.
*
SUMENEP
Sumenep merupakan Kabupaten di Jawa Timur yang berada di ujung paling Timur Pulau Madura, bisa dibilang sebagai salah satu kawasan yang terpenting dalam sejarah Madura. Kita dapat menjumpai situs-situs kebudayaan yang sampai hari ini masih menjadi obyek pariwisata.
Di Kabupaten itu pula, banyak terpencar pulau-pulau kecil yang kaya akan sumber daya alam dan hasil pertanian. Bahkan, kabupaten ini penuh dengan sejarah raja-raja yang sampai sekarang masih menjadi objek wisata menarik untuk bahan tela'ah dan observasi bagi masyarakat. Yang lebih menarik lagi, di kabupaten ini anda akan temukan sebuah pesantren megah, indah nan modern.
Namanya, Pondok Pesantren Al-Amein Prenduan. Sebagai pesantren kader yang mencetak mundzirul qaum, Pesantren ini menjadi bagian sejarah dari Kabupaten Sumenep. Sebagai bukti, kalau kabupaten ini penuh dengan sejarah, bias kita lihat dari pintu gerbang masjid agung yang ada di tengah-tengah kota.
21 Agustus 2009
SEJARAH KOTA SUMENEP
Sumenep merupakan Kabupaten di Jawa Timur yang berada di ujung paling Timur Pulau Madura, bisa dibilang sebagai salah satu kawasan yang terpenting dalam sejarah Madura. Kita dapat menjumpai situs-situs kebudayaan yang sampai hari ini masih menjadi obyek pariwisata. Diantaranya yang kita ketahui adalah kereta kencana peninggalan raja Sumenep, alun-alun (taman bunga) yang konsep bangunannya memiliki kekhasan ala bangunan kerajaan, Masjid Jamik atau Masjid Agung yang terletak di jantung Kota Sumenep, Masjid ini termasuk salah satu masjid tertua di Indonesia yang dibangun pada tahun 1779 M sampai 1787 M oleh Panembahan Sumolo, Kraton Sumenep
Adapun beberapa situs peninggalan sejarah Kabupaten Sumenep diantaranya sebagai berikut :
1. SISA TEMBOK PAGAR KRATON
Pada masa kepemimpinan Bupati H.R. SOEMAR'OM ± tahun 1976, telah terjadi perubahan yang fundamental di lingkungan Kraton Sumenep, hal ini mengakibatkan dilakukannya pembongkaran pagar tembok belakang kraton yang didirikan oleh Raja Panembahan Sumolo tahun 1762 dengan panjang ± 200 meter. Adapun sisa yang tertinggal ± 4 meter dijadikan bukti monumental sejarah Kerajaan Kraton Sumenep di masa lalu.
2. KRATON SUMENEP
Dalam kawasan kraton Sumenep terdapat 3 bangunan utama yaitu :
a. Kraton Tirtonegoro;
Bangunan ini merupakan Istana kerajaan pada saat Sumenep dipimpin oleh Raja R. Tumenggung Tirtonegoro (Bendoro Moh. Saod) yang memerintah pada tahun 1750 sampai dengan tahun 1762. Pada awal pemerintahannya, di bangunan ini pernah terjadi reaksi perebutan kekuasaan akibat kekecewaan dari Patih Purwonegoro (Saudara mesan Ratu Tirtonegoro), karena dirinya merasa lebih pantas mendampingi raja Tirtonegoro menjadi raja Sumenep.
b. Kraton Panembahan Sumolo;
c. Kantor Koneng;
Dari arti kata koneng (rata = bahasa belanda) telah menunjukkan bangunan tersebut adalah Kantor Raja. Bangunan ini dipakai sebagai tempat kerja Raja Sultan Abdurrahman Pakunataningrat pertama selama masa pemerintahannya dari tahun 1811 s.d. 1854 M.
3. TAMAN SARE
Taman Sare Pemandian Putri-Putri Raja (Taman Sare) merupakan tempat bermainnya putri-putri raja sambil melepaskan kelelahan dengan bermain-main. Konon diceritakan, bahwa airnya dapat dijadikan obat dan membawa berkah.
4. WAKAF BENDORO MOH. SAOD / RADEN TUMENGGUNG TIRTONEGORO
Pada masa pemerintahan Bendoro Moh. Saod Raden Tumenggung Tirtonegoro dibangunlah tempat ibadah (Wakaf/Langgar) yang terletak di kawasan Kraton Sumenep. Dalarn penyelenggaraan pengajiannya wakaf ini dipimpin K. Abu Naim dan berfungsi selain tempat ibadah juga sebagai pusat penyiaran agama Islam saat itu.
5. MASJID LAJU
Dari namanya sudah menunjukkan, bahwa bangunan tersebut adalah bangunan Masjid yang lama (laju=bahasa Madura). Masjid ini dibangun pada jaman pemerintahan Pangeran Anggadipa, yang memerintah Kraton Sumenep dari tahun 1626 s/d. 1644 M. dengan demikian jauh sebelum Bendoro Moh. Saod (Raden Tumenggung Tirtonegoro) memerintah Sumenep ternyata agama Islam sudah berkembang luas.
6. MASJID AGUNG SUMENEP
Perkembangan Islam di Sumenep cukup pesat sehingga pada tahun 1763 M dibangunlah Masjid Agung Sumenep oleh Raja Panembahan Sumolo. Dari sejak berdirinya sampai sekarang, Masjid Agung tetap menjadi anutan dalam pengembangan syiar Islam di Kabupaten Sumenep. Di antara Masjid Agung dengan Kraton terdapat makna filosofis dengan pusatnya alon-alon Kota. Alon-alon yang menghadap ke Barat (Masjid), melambangkan Hablum Minallah, dan alon-alon yang menghadap ke Timur (Kraton) melambangkan Hablum Minannas. Dengan demikian, jalinan hubungan yang harmonis antara Ulama dan Umaro' sudah tercipta sejak Pemerintahan masa lalu.
7. ASTA TINGGI
Asta Tinggi disebut juga Asta Raje (Mad) yang bermakna asta/makam para Pangradje (pembesar kerajaan) yang merupakan asta/makam para raja clan anak keturunan beserta kerabat-kerabatnya dibangun sekitar tahun 1750M. Asta Tinggi memiliki 7 kawasan yaitu :
a. Kawasan Asta Induk, terdiri dari :
* Kubah Sultan Abdurrahman Pakunataningrat (Perencanaan awal oleh Panembahan Sumolo dan dilanjutkan pelaksanaannya oleh Sultan Abdurrahman);
* Kubah Bendoro Moh. Saod terdiri dari :
* Kubah Bendoro Moh. Saod yang direnovasi oleh Resident Madura.
o Kubah Pangeran Akhmad/Pangeran Djimat, yang kubahnya tersebut berasal dari Pendopo Kraton Pangeran Lor/Wetan.
o Pangeran Pulang Djiwo yang kubahnya tersebut juga berasal dari Kraton Pangeran Lor/Wetan
o Pemakaman Istri-istri Selir Raja-raja Sumenep
b. Kawasan Makam K. Saonggaling
Konon diceritakan bahwa K. Saonggaling adalah pembela R. Tumenggung Tirtonegoro (Bendoro Moh. Saod) pada saat terjadinya upaya kudeta/perebutan kekuasaan oleh Patih Purwonegoro).
c. Kawasan Makam Patih Mangun.
d. Kawasan Makam Kanjeng Kai/Raden Adipati Suroadimenggolo Bupati Semarang (mertua Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I).
e. Kawasan makam Raden Adipati Pringgoloyo/Moh. Saleh
Beliau pada masa hidupnya menjabat sebagai Patih pada Pemerintahan Panembahan Sumolo dan Sultan Abdurrahman.
f. Kawasan Makam Raden Tjakra Sudibyo, Patih Pensiun Sumenep.
g. Kawasan Makam Raden Wongsokoesomo
(Sumber buku perjalanan dari Soengenep ka Batawi, Raden Sastro Soebrata, Balai Pustaka tahun 1920).
Konon memuat cerita, bahwa kawasan makam asta tinggi pernah dilakukan pengeboman jarak jauh (dari atas kapal laut di Kalianget) oleh tentara Inggris karena mengira bahwa bangunan tersebut adalah istana kerajaan. Namun demikian, pengeboman tersebut tidak sampai menghancurkan asta tinggi karena jatuh di luar kawasan.
8. Pilar / Pintu Masuk Kraton Bangselok
Diceritakan bahwa kawasan Jalan Widuri Bangselok terdapat bangunan pintu masuk ke Keraton Bangselok yang dulunya ditempati Pangeran Pekalongan (menantu Sultan Abdurrahman). Konon waktu itu pintu masuk menuju ke keraton Sumenep terdapat di sebelah selatannya. (± 200 Meter), sehingga tamu yang akan ke keraton tertebih dahulu harus melalui pemeriksaan. Adapun kedudukan Pangeran Pekalongan adalah sebagai Panglima Perang pada zaman pemerintahan Sultan Abdurrahman.
9. Taman Peristirahatan Raja-Raja di Desa Batuan
Pada tahun 1834 Raja Sumenep Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I membangun taman pemandian raja di Desa Batuan dan terletak di kampung Palasa. Penyebutan Palasa sebenarnya berasal dari kata PALACE (istana), karena di kawasan pemandian raja desa Batuan tersebut terdapat istana dan sampai saat ini masih tersisa taman pemandian serta puing-puing bangunan istana.
10. Gua Jeruk
Dari tinjauan Topografi Gua Jeruk terletak di dataran tinggi yang berlokasi di luar kawasan Asta Tinggi Sumenep. Konon menurut cerita yang berkembang, tempat tersebut adalah tempat pertapaan Sultan Abdurrahman pada masa pemerintahannya
11. Asta Karang Sabu
Pada tahun 1559-1562 di lokasi tersebut berdiri kerajaan Sumenep di bawah kepemimpinan Raden Tumenggung Kanduruan dan berturut-turut dilanjutkan oleh Pangeran Wetan dan Pangeran Lor hingga tahun 1589. Sekarang pada lokasi tersebut hanya tersisa asta/Pemakaman Tumenggung Kanduruan, Pangeran Lor dan Pangeran Wetan yang terletak di Jalan Diponegoro (Kelurahan Karangduak), sedangkan Pendopo Kratonnya di pindah ke Asta Tinggi dijadikan Kubah pangeran Djimat dan kubah pangeran Pulangdjiwo.
12. Pilar/Pintu Masuk Kraton Parsanga
Pada tahun 1502-1559 di tempat ini berdiri Kerajaan Sumenep di bawah kepemimpinan Pangeran Banuboyo/Pangeran Siding Puri dengan gelar Pangeran Setjoadiningrat V yang merupakan cucu dari Pangeran Jokotole.
13. Kolam (Perigi Songo) di Parsanga
Pada jaman kejayaan Kraton. Parsanga, disitu bermukim seorang ulama yang bernama Sunan Padusan (menantu Djokotole) kedudukan beliau di samping sebagai ulama, juga menjadi penasehat kerajaan yang Sekaligus berfungsi sebagai penyiar agama Islam. Di dalam pelaksanaannya diceritakan bahwa setiap orang yang akan masuk Islam terlebih dahulu disucikan (dudus=bahasa madura) dengan air (Perigi Songo).
14. Pintu Gerbang Pangeran Letnan
Salah seorang putra Sultan Abdurrahman yang bernama Raden Ario Mohammad Hamzah dengan gelar Pangeran Soerjo Sinrangingrono. Dalam jajaran kemiliteran kerajaan beliau adalah salah satu penglima tentara kerajaan yang mempunyai pangkat Letnan Kolonel. Sebelum masuk ke istana/rumah kediaman beliau, di depannya terdapat pintu masuk masuk dengan model/tipe yang hampir mirip dengan bangunan Labang Mesem.
Adapun beberapa situs peninggalan sejarah Kabupaten Sumenep diantaranya sebagai berikut :
1. SISA TEMBOK PAGAR KRATON
Pada masa kepemimpinan Bupati H.R. SOEMAR'OM ± tahun 1976, telah terjadi perubahan yang fundamental di lingkungan Kraton Sumenep, hal ini mengakibatkan dilakukannya pembongkaran pagar tembok belakang kraton yang didirikan oleh Raja Panembahan Sumolo tahun 1762 dengan panjang ± 200 meter. Adapun sisa yang tertinggal ± 4 meter dijadikan bukti monumental sejarah Kerajaan Kraton Sumenep di masa lalu.
2. KRATON SUMENEP
Dalam kawasan kraton Sumenep terdapat 3 bangunan utama yaitu :
a. Kraton Tirtonegoro;
Bangunan ini merupakan Istana kerajaan pada saat Sumenep dipimpin oleh Raja R. Tumenggung Tirtonegoro (Bendoro Moh. Saod) yang memerintah pada tahun 1750 sampai dengan tahun 1762. Pada awal pemerintahannya, di bangunan ini pernah terjadi reaksi perebutan kekuasaan akibat kekecewaan dari Patih Purwonegoro (Saudara mesan Ratu Tirtonegoro), karena dirinya merasa lebih pantas mendampingi raja Tirtonegoro menjadi raja Sumenep.
b. Kraton Panembahan Sumolo;
c. Kantor Koneng;
Dari arti kata koneng (rata = bahasa belanda) telah menunjukkan bangunan tersebut adalah Kantor Raja. Bangunan ini dipakai sebagai tempat kerja Raja Sultan Abdurrahman Pakunataningrat pertama selama masa pemerintahannya dari tahun 1811 s.d. 1854 M.
3. TAMAN SARE
Taman Sare Pemandian Putri-Putri Raja (Taman Sare) merupakan tempat bermainnya putri-putri raja sambil melepaskan kelelahan dengan bermain-main. Konon diceritakan, bahwa airnya dapat dijadikan obat dan membawa berkah.
4. WAKAF BENDORO MOH. SAOD / RADEN TUMENGGUNG TIRTONEGORO
Pada masa pemerintahan Bendoro Moh. Saod Raden Tumenggung Tirtonegoro dibangunlah tempat ibadah (Wakaf/Langgar) yang terletak di kawasan Kraton Sumenep. Dalarn penyelenggaraan pengajiannya wakaf ini dipimpin K. Abu Naim dan berfungsi selain tempat ibadah juga sebagai pusat penyiaran agama Islam saat itu.
5. MASJID LAJU
Dari namanya sudah menunjukkan, bahwa bangunan tersebut adalah bangunan Masjid yang lama (laju=bahasa Madura). Masjid ini dibangun pada jaman pemerintahan Pangeran Anggadipa, yang memerintah Kraton Sumenep dari tahun 1626 s/d. 1644 M. dengan demikian jauh sebelum Bendoro Moh. Saod (Raden Tumenggung Tirtonegoro) memerintah Sumenep ternyata agama Islam sudah berkembang luas.
6. MASJID AGUNG SUMENEP
Perkembangan Islam di Sumenep cukup pesat sehingga pada tahun 1763 M dibangunlah Masjid Agung Sumenep oleh Raja Panembahan Sumolo. Dari sejak berdirinya sampai sekarang, Masjid Agung tetap menjadi anutan dalam pengembangan syiar Islam di Kabupaten Sumenep. Di antara Masjid Agung dengan Kraton terdapat makna filosofis dengan pusatnya alon-alon Kota. Alon-alon yang menghadap ke Barat (Masjid), melambangkan Hablum Minallah, dan alon-alon yang menghadap ke Timur (Kraton) melambangkan Hablum Minannas. Dengan demikian, jalinan hubungan yang harmonis antara Ulama dan Umaro' sudah tercipta sejak Pemerintahan masa lalu.
7. ASTA TINGGI
Asta Tinggi disebut juga Asta Raje (Mad) yang bermakna asta/makam para Pangradje (pembesar kerajaan) yang merupakan asta/makam para raja clan anak keturunan beserta kerabat-kerabatnya dibangun sekitar tahun 1750M. Asta Tinggi memiliki 7 kawasan yaitu :
a. Kawasan Asta Induk, terdiri dari :
* Kubah Sultan Abdurrahman Pakunataningrat (Perencanaan awal oleh Panembahan Sumolo dan dilanjutkan pelaksanaannya oleh Sultan Abdurrahman);
* Kubah Bendoro Moh. Saod terdiri dari :
* Kubah Bendoro Moh. Saod yang direnovasi oleh Resident Madura.
o Kubah Pangeran Akhmad/Pangeran Djimat, yang kubahnya tersebut berasal dari Pendopo Kraton Pangeran Lor/Wetan.
o Pangeran Pulang Djiwo yang kubahnya tersebut juga berasal dari Kraton Pangeran Lor/Wetan
o Pemakaman Istri-istri Selir Raja-raja Sumenep
b. Kawasan Makam K. Saonggaling
Konon diceritakan bahwa K. Saonggaling adalah pembela R. Tumenggung Tirtonegoro (Bendoro Moh. Saod) pada saat terjadinya upaya kudeta/perebutan kekuasaan oleh Patih Purwonegoro).
c. Kawasan Makam Patih Mangun.
d. Kawasan Makam Kanjeng Kai/Raden Adipati Suroadimenggolo Bupati Semarang (mertua Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I).
e. Kawasan makam Raden Adipati Pringgoloyo/Moh. Saleh
Beliau pada masa hidupnya menjabat sebagai Patih pada Pemerintahan Panembahan Sumolo dan Sultan Abdurrahman.
f. Kawasan Makam Raden Tjakra Sudibyo, Patih Pensiun Sumenep.
g. Kawasan Makam Raden Wongsokoesomo
(Sumber buku perjalanan dari Soengenep ka Batawi, Raden Sastro Soebrata, Balai Pustaka tahun 1920).
Konon memuat cerita, bahwa kawasan makam asta tinggi pernah dilakukan pengeboman jarak jauh (dari atas kapal laut di Kalianget) oleh tentara Inggris karena mengira bahwa bangunan tersebut adalah istana kerajaan. Namun demikian, pengeboman tersebut tidak sampai menghancurkan asta tinggi karena jatuh di luar kawasan.
8. Pilar / Pintu Masuk Kraton Bangselok
Diceritakan bahwa kawasan Jalan Widuri Bangselok terdapat bangunan pintu masuk ke Keraton Bangselok yang dulunya ditempati Pangeran Pekalongan (menantu Sultan Abdurrahman). Konon waktu itu pintu masuk menuju ke keraton Sumenep terdapat di sebelah selatannya. (± 200 Meter), sehingga tamu yang akan ke keraton tertebih dahulu harus melalui pemeriksaan. Adapun kedudukan Pangeran Pekalongan adalah sebagai Panglima Perang pada zaman pemerintahan Sultan Abdurrahman.
9. Taman Peristirahatan Raja-Raja di Desa Batuan
Pada tahun 1834 Raja Sumenep Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I membangun taman pemandian raja di Desa Batuan dan terletak di kampung Palasa. Penyebutan Palasa sebenarnya berasal dari kata PALACE (istana), karena di kawasan pemandian raja desa Batuan tersebut terdapat istana dan sampai saat ini masih tersisa taman pemandian serta puing-puing bangunan istana.
10. Gua Jeruk
Dari tinjauan Topografi Gua Jeruk terletak di dataran tinggi yang berlokasi di luar kawasan Asta Tinggi Sumenep. Konon menurut cerita yang berkembang, tempat tersebut adalah tempat pertapaan Sultan Abdurrahman pada masa pemerintahannya
11. Asta Karang Sabu
Pada tahun 1559-1562 di lokasi tersebut berdiri kerajaan Sumenep di bawah kepemimpinan Raden Tumenggung Kanduruan dan berturut-turut dilanjutkan oleh Pangeran Wetan dan Pangeran Lor hingga tahun 1589. Sekarang pada lokasi tersebut hanya tersisa asta/Pemakaman Tumenggung Kanduruan, Pangeran Lor dan Pangeran Wetan yang terletak di Jalan Diponegoro (Kelurahan Karangduak), sedangkan Pendopo Kratonnya di pindah ke Asta Tinggi dijadikan Kubah pangeran Djimat dan kubah pangeran Pulangdjiwo.
12. Pilar/Pintu Masuk Kraton Parsanga
Pada tahun 1502-1559 di tempat ini berdiri Kerajaan Sumenep di bawah kepemimpinan Pangeran Banuboyo/Pangeran Siding Puri dengan gelar Pangeran Setjoadiningrat V yang merupakan cucu dari Pangeran Jokotole.
13. Kolam (Perigi Songo) di Parsanga
Pada jaman kejayaan Kraton. Parsanga, disitu bermukim seorang ulama yang bernama Sunan Padusan (menantu Djokotole) kedudukan beliau di samping sebagai ulama, juga menjadi penasehat kerajaan yang Sekaligus berfungsi sebagai penyiar agama Islam. Di dalam pelaksanaannya diceritakan bahwa setiap orang yang akan masuk Islam terlebih dahulu disucikan (dudus=bahasa madura) dengan air (Perigi Songo).
14. Pintu Gerbang Pangeran Letnan
Salah seorang putra Sultan Abdurrahman yang bernama Raden Ario Mohammad Hamzah dengan gelar Pangeran Soerjo Sinrangingrono. Dalam jajaran kemiliteran kerajaan beliau adalah salah satu penglima tentara kerajaan yang mempunyai pangkat Letnan Kolonel. Sebelum masuk ke istana/rumah kediaman beliau, di depannya terdapat pintu masuk masuk dengan model/tipe yang hampir mirip dengan bangunan Labang Mesem.
Langganan:
Postingan (Atom)