17 Oktober 2012

sebuah salinan dari buletin Attauhid

At Tauhid edisi VIII/17


Oleh: Ndaru Triutomo, S.Si.

Pembaca yang dirahmati Allah ta’ala, setiap kita pasti memiliki permasalahan. Bahkan terkadang sangat berat sehingga benar-benar menguji kesabaran kita.

Sebagian orang ada yang sampai berkata “Kesabaran saya sudah habis”, atau bahkan sampai keluar ucapan “Mengapa saya tertimpa musibah semacam ini, apa dosa saya, apa kesalahan saya, padahal saya juga sudah banyak beribadah, sungguh Tuhan tidak adil”. Ini sebagian contoh perkataan yang sering kita dengar. Namun perkataan tersebut tidaklah dibenarkan dalam syari’at Islam, bahkan menunjukkan lemahnya tauhid seseorang.

Pada buletin kali ini, kami akan mengulas secara singkat mengenai perkara yang sangat penting dimiliki setiap muslim, yaitu kesabaran.

Sabar Dalam 3 Perkara

Sabar adalah menahan jiwa dan menjaganya agar tidak sampai melakukan sesuatu yang tidsk selayaknya dilakukan. Terdapat 3 macam bentuk kesabaran, yaitu sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar dari menjauhi kemaksiatan kepada Allah, dan sabar dalam takdir Allah yang menyakitkan dan menyusahkan.

[1] Sabar Dalam Ketaatan Kepada Allah

Sabar jenis ini penting untuk dimiliki oleh setiap hamba, karena sesungguhnya jiwa seringkali terasa berat untuk menjalankan berbagai macam ketaatan. Hal tersebut karena jiwa cenderung menyukai sifat yang jelek, sebagaimana firman Allah ta’ala (yang artinya): “Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS Yusuf : 53).

Seringkali kita jumpai seorang yang beramal namun ia tidak bisa kontinu untuk mengerjakannya. Mereka bersemangat mengerjakan banyak amalan di awal waktu, namun setelah itu ditinggalkan. Untuk itu dibutuhkan kesabaran agar kita dapat kontinu dalam beramal, walaupun amalan tersebut sederhana. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) “Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” (HR. Muslim).

Allah ta’ala lebih menyukai amalan yang kontinu walaupun sederhana, karena hal tersebut lebih dapat membantu kontinunya suatu amal. Salah satu usaha agar dapat kontinu dalam beramal adalah dengan berdoa kepada Allah, diantaranya dengan doa: Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik (ya Allah, tolonglah aku agar selalu berdzikir/mengingat-Mu, bersyukur pada-Mu, dan memperbagus ibadah pada-Mu).” (HR. Abu Daud dan Ahmad, shahih).

[2] Sabar Dalam Menjauhi Kemaksiatan

Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) “Surga itu diliputi oleh hal-hal yang tidak menyenangkan, sedangkan neraka itu diliputi oleh hal-hal yang menyenangkan nafsu.” (HR. Muslim). Maka dibutuhkan kesabaran untuk dapat menjaga diri dari hal-hal yang menyenangkan hawa nafsu yang pada hakikatnya akan menjerumuskan kepada neraka. Dan kemaksiatan termasuk perkara yang disenangi oleh hawa nafsu.

Seorang yang beriman harus mengendalikan nafsunya dan melihat bahwa kemaksiatan adalah bukan hal yang sepele, melainkan perkara yang dapat membinasakan dirinya. Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu berkata, ”Orang beriman melihat dosa-dosanya seolah-olah ia duduk di bawah gunung, ia takut gunung tersebut menimpanya. Sementara orang yang fajir (suka berbuat dosa) melihat dosanya seperti lalat yang lewat di atas hidungnya.” (HR. Bukhari). Semua itu hanya dapat dilakukan dengan kesabaran.

[3] Sabar Dalam Menghadapi Takdir Allah

Termasuk kedalam rukun iman adalah kita meyakini adanya takdir atau ketetapan dari Allah ta’ala. Terdapat 2 macam takdir yang menimpa manusia, yang berupa kesenangan dan berupa kesedihan serta musibah. Pada jenis pertama maka kita wajib bersyukur, dengan bersyukur Allah akan tambahkan nikmat-Nya. Adapun yang kedua maka kita wajib bersabar. Dan keduanya (bersyukur dan bersabar) merupakan amalan ibadah yang memiliki nilai pahala di sisi Allah ta’ala.

Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin. Semua perkara (yang menimpanya) adalah kebaikan baginya dan tidaklah hal ini terjadi kecuali hanya pada diri seorang mukmin. Jika dia mendapat kebahagiaan dia bersyukur maka hal ini adalah baik baginya. Dan jika tertimpa musibah dia bersabar maka itu juga baik baginya.” (HR. Muslim). Maka sikap seorang muslim jika ditimpa musibah adalah bersabar dan yakin bahwa dibalik musibah yang dialaminya terdapat hikmah dari Allah ta’ala.

Sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali.)” (QS. Al-Baqoroh 155 – 156).

Selain itu, musibah yang menimpa seorang mukmin merupakan bentuk ujian, sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat.” (QS Al-Baqoroh : 214).

Allah Bersama Orang-Orang Yang Sabar

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), ”Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqoroh : 153). Pada ayat ini, Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk meminta pertolongan dalam perkara dunia dan akhirat dengan kesabaran dan shalat. Selain itu, ayat yang mulia ini menunjukkan keutamaan orang yang bersabar yaitu mendapat ma’iyyah (kebersamaan) Allah.

Kebersamaan Allah disini bukan berarti Dzat Allah berada di mana-mana, di antaranya bersama orang yang sabar tersebut, karena telah jelas bahwa Allah berada di atas ‘Arsy sebagaimana dalam firman-Nya (yang artinya), “Tuhan Yang Maha Pemurah Yang bersemayam di atas ‘Arsy” (QS Thaaha : 5). Kebersamaan Allah dengan hamba-Nya yang disebutkan dalam Al-Qur’an memiliki 2 makna, yaitu yang bersifat umum dan bersifat khusus.

Kebersamaan Allah yang bersifat umum memiliki arti kekuasaan dan ilmu Allah yang meliputi hamba-Nya, sebagaimana dalam firman Allah (yang artinya), “Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Hadid : 4). Kebersamaan jenis ini berlaku umum untuk semua makhluk-Nya. Adapun kebersamaan pada ayat ini adalah bersifat khusus, yaitu kebersamaan dalam arti penjagaan dan pertolongan Allah ta’ala yang selalu menyertai hamba-Nya. Sehingga seluruh perkara yang dirasa berat, dengan pertolongan Allah akan terasa ringan dan mudah. Demikian keutamaan orang-orang yang bersabar. (Taisir Kariimirrahman – Syaikh As-Sa’di).

Kesabaran Tidak Ada Batasnya

Sebagian orang menyangka kesabaran memiliki batas. Maka jika dianggap sudah melewati batas, ia diperbolehkan untuk bertindak diluar aturan. Anggapan seperti ini tidaklah benar. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10). Allah telah menyiapkan pahala bagi mereka yang sabar dengan pahala yang tak terhitung. Hal ini menunjukkan besarnya keutamaan orang yang bersabar.

Syaikh As-Sa’di mengatakan dalam tafsirnya :”Maka Allah menjanjikan bagi orang-orang yang bersabar dengan pahala yang tak terhitung, yaitu pahala yang tidak terbatas dan tidak terukur. Hal tersebut tidak dapat terjadi kecuali karena keutamaan dan kedudukan sabar di sisi Allah”. Jika Allah telah menyiapkan pahala yang begitu besar bagi orang yang bersabar, maka mengapa kesabaran harus kita batasi?. Selain itu, kita juga yakin bahwa seluruh permasalahan yang datang, tidak mungkin melebihi kemampuan yang dimiliki seorang hamba. Sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqoroh 286).

Oleh karena itu segala permasalahan yang kita alami, niscaya dapat kita selesaikan dengan kesabaran, izin serta kekuatan dari Allah ta’ala. Kita beriman bahwa Allah adalah Dzat yang maha kuasa yang memiliki hikmah yang sempurna dalam seluruh ketetapan yang diberikan kepada makhluk-Nya. Dengan keyakinan seperti ini maka sudah sepatutnya kita bersabar dengan segala ketetapan yang terjadi pada kita, dan ingat hal tersebut merupakan ujian bagi kita. Jika kita mampu bersabar maka Allah akan menaikan derajat kita di sisi-Nya.

Ujian yang dialami kita jika dibandingkan dengan para nabi dan rasul maka masih jauh lebih ringan. Manusia yang paling berat ujiannya adalah para nabi. Dan manusia diuji sesuai dengan kadar kondisi agamanya. Sebagaimana riwayat dari Mush’ab bin Sa’id -seorang tabi’in- dari ayahnya, ia berkata, “Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.” (HR. Tirmidzi, shahih). Oleh karena itu ketika kita diberikan ujian, maka ingat masih ada orang yang lebih berat dari ujian yang kita alami, sehingga dapat membantu kita untuk bersabar.

Pahala Yang Besar Diawal Musibah

Pembaca yang dirahmati Allah ta’ala, kita telah mengetahui pahala yang sangat besar bagi mereka yang bersabar. Namun perlu diketahui, pahala sabar tersebut hanya akan didapatkan oleh orang-orang yang melakukannya di awal terjadinya musibah. Adapun orang yang bersabar setelah sebelumnya marah, maka itu juga termasuk perkara yang baik namun tidak mendapatkan pahala yang dijanjikan.

Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), ”Sesungguhnya namanya sabar adalah ketika di awal musibah.” (HR. Bukhari). Sabar di awal musibah memang sangat sulit untuk dilakukan, untuk itu Allah menjanjikan pahala yang tidak terbatas bagi pelakunya. Adapun orang yang tidak bersabar, bahkan mencela takdir, maka pada hakikatnya ia telah mencela Allah.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS Taghaabun : 11). Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, ”Allah ’Azza wa Jalla berfirman,’Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mencela waktu, padahal Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah yang membolak-balikkan malam dan siang.” (HR. Muslim). Oleh karena itu ketika kita mengatakan, “Sial sekali hari ini” maka sesungguhnya secara tidak sadar kita telah mencela Dzat yang mengatur waktu, yaitu Allah ta’ala. Kita berlindung kepada Allah dari mencela takdir.

Demikian sedikit pembahasan mengenai sabar, semoga kita dimudahkan untuk mengamalkannya dan dimasukan ke dalam golongan orang yang mendapat keutamaan bersabar.